No Tulen
Rumah pada umumnya berpintu tak besar dibanding dinding yang melingkupinya. Jendela dan kisi-kisinya pun proporsional dan lebih kecil lagi. Dan meski pintu dibuka, secara etis orang lain yang hendak masuk harus mengetuk, memberi salam, dan baru masuk jika diijinkan pemiliknya.
Apa hendak dikata, di era sosial media justru tuan rumah yang membuka pintu selebar-lebarnya sampai ke ruang yang sangat privat sekalipun ke tempat peraduannya. Orang-orang bak mengratiskan dirinya dijamah siapapun. Padahal kita tahu semua, kunci seseorang dihargai oleh orang lain adalah jika orang itu menghargai dirinya sendiri.
Dan bukankah benda meski jenisnya sama tapi satu dipasarkan di tepi jalan, terhempas angin dan debu, terhajar sinar mentari, tersaput angin dan hujan akan lebih murah harganya dibanding bila ditawarkan di etalase yang hangat dan tertutup dari kemungkinan menjadi buram dan kusam.
Sangat terbuka di media sosial juga punya konsekuensi yang tak terduga karena tidak semua bisa menanggapinya secara positif, terutama oleh orang yang SMS ( Senang Melihat orang Susah dan Susah Melihat orang Senang ). Kita ungkap kesusahan, mereka senang. Kita ungkap dan untai kesenangan kita, mereka malah iri, susah, dan dengki. Tersurat dalam pernyataan Fitrop tadi, Pinter jaga image silahkan, tetapi jauh lebih pinter menghargai perasaan orang lain.
Dan terakhir, apapun jika semakin diumbar akan semakin hambar dan tak punya nilai tawar, seperti kata Ronal, Dari cinta yang muach-muach-muach di Path, bisa berubah menjadi tak awet, bahkan mudah berubah menjadi mual-mual dan membuat orang lain menjadi muak dan muntah.
Apa hendak dikata, di era sosial media justru tuan rumah yang membuka pintu selebar-lebarnya sampai ke ruang yang sangat privat sekalipun ke tempat peraduannya. Orang-orang bak mengratiskan dirinya dijamah siapapun. Padahal kita tahu semua, kunci seseorang dihargai oleh orang lain adalah jika orang itu menghargai dirinya sendiri.
Dan bukankah benda meski jenisnya sama tapi satu dipasarkan di tepi jalan, terhempas angin dan debu, terhajar sinar mentari, tersaput angin dan hujan akan lebih murah harganya dibanding bila ditawarkan di etalase yang hangat dan tertutup dari kemungkinan menjadi buram dan kusam.
Sangat terbuka di media sosial juga punya konsekuensi yang tak terduga karena tidak semua bisa menanggapinya secara positif, terutama oleh orang yang SMS ( Senang Melihat orang Susah dan Susah Melihat orang Senang ). Kita ungkap kesusahan, mereka senang. Kita ungkap dan untai kesenangan kita, mereka malah iri, susah, dan dengki. Tersurat dalam pernyataan Fitrop tadi, Pinter jaga image silahkan, tetapi jauh lebih pinter menghargai perasaan orang lain.
Dan terakhir, apapun jika semakin diumbar akan semakin hambar dan tak punya nilai tawar, seperti kata Ronal, Dari cinta yang muach-muach-muach di Path, bisa berubah menjadi tak awet, bahkan mudah berubah menjadi mual-mual dan membuat orang lain menjadi muak dan muntah.
0 Response to "Notulen ILK / 12 Januari 2015 / Umbar-Umbar Di Sosmed"
Posting Komentar